cerpen
Bagaimana caranya aku bertahan
tanpa melihatmu?
Hari ini hujan di bulan September.
Tanpa terasa, sudah setahun aku tidak melihatmu. Lelah hati ini berharap kau
tiba-tiba muncul dan mengejutkan seperti yang biasa kau lakukan dulu. Lelah
juga mengharapkan tangan hangatmu yang selalu menggenggam tanganku di saat
seperti ini. Ah, Aku kan tidak mungkin
terus menangisi kepergianmu. Itu kekanakan.
Hei, kalau sekarang kukatakan aku
rindu padamu, maukah kau datang? Ah, tidak mungkin. Jarak kita sudah jauh.
Betapa malunya aku kalau sampai nanti kau tidak datang-datang juga. Kau memang
orang yang seperti itu. Tidak akan datang kalau tidak penting. Tapi kau selalu
ada.
Aahh... hari yang membosankan.
Melihat anak-anak berlarian dengan payung warna-warni, mengingatkan pertemuan
pertama kita waktu sepulang sekolah. Kita sama-sama masih anak kecil, dan ribut
hanya karena baju yang terciprat air. Betapa rindunya aku pada masa-masa
seperti itu, SD, SMP, SMA, meski selalu ribut satu sama lain, tapi kita juga
mengerti satu sama lainnya. Menakjubkan ya, meski bertengkar tapi saling
mengenal dan memikirkan. Ha ha
Hm... hanya bisa mengenang kembali
kenangan yang ada, bukannya itu menyedihkan? Aku ingin bertemu!! Bukan hanya
mendengar suaramu, melihat gambarmu. Bukan hanya itu!!
Aku ingin kita berjalan
beringingan, bersama. Merasakan kembali hangatnya tanganmu. Mungkin memelukmu.
Merasakan kehadiranmu di sini. Yang kutahu tidak bisa terjadi.
Hmm, hujan mulai mereda. Hari sudah
mulai sore. Menapaki jalan berbatuan seperti kencan pertama kita sewaktu kelas
2 SMA. Kita begitu gugup dan hanya memikirkan jalan ke mana saja. Aku juga
waktu itu membawa bunga, bunga pemberianmu.
Hm... wangi bunga ini dan segarnya
udara menghiburku. Mendamaikan hari dan juga perasaanku. Ya, benar. Selama aku
bisa menjaga perasaan ini, meskipun kau jauh, aku yakin...
“Ah, aku sudah sampai.” Ternyata
tidak berubah. Masih tetap sama. Huuh...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jadi, apa yang harus dilakukan untuk cerita kali ini?