Sabtu, 27 Desember 2014

String of Notes 6

cerpen, novel

“Apa?”
“Mengapa kau berubah?”
“Apa maksudmu?” tanyanya sambil mengernyitkan dahinya.

Sabtu, 20 Desember 2014

String of Notes 5

cerpen, novel

Dadaku mulai naik turun. Sejak dari tadi aku sudah menahan emosi.

Sabtu, 13 Desember 2014

String of Notes 4

cerpen, novel

“Kalau begitu, kau masuk saja dulu. Nanti aku akan menyusulmu.” Lalu Cindy pun meninggalkanku di koridor yang panjang itu.

Sabtu, 06 Desember 2014

String of Notes 3

cerpen, novel

“Kau ini memang gadis aneh,” ucap Cindy sambil tertawa geli padaku. “Pria tampan seperti Arvin kau tolak begitu saja. Bagiku, dia jauh lebih tampan daripada Kevin.”

Sabtu, 29 November 2014

String of Notes 2


Aku pun berjalan dengan pelan menyusuri koridor itu sambil melihat ke dalam masing-masing ruang. Aku tidak mendapati siapapun saat aku melihat ke dalam ruang pertama dan kedua. Kurasa, ruang ketiga pasti terpakai. Dan ternyata memang benar. Aku mendapati Kevin yang sedang bermain di dalamnya. Kulihat dia hanya  sendirian saja di dalam ruang itu jadi aku memutuskan untuk masuk dengan sangat perlahan agar tidak mengganggunya. Tak kusangka, ternyata dia sedang memainkan Moonlight Sonata. Salah satu lagu ciptaan Beethoven. Pagi-pagi begini memang merupakan waktu yang tepat untuk mendengarkan sebuah alunan musik klasik. Apalagi dari Beethoven.

Senin, 24 November 2014

Klub Misteri

Litha, Ardi, Felly, Nicky, Rian
Mystery yang paling besar adalah manusia (sok inggeris)

Minggu, 23 November 2014

Rindu

cerpen

Bagaimana caranya aku bertahan tanpa melihatmu?

Hari ini hujan di bulan September. Tanpa terasa, sudah setahun aku tidak melihatmu. Lelah hati ini berharap kau tiba-tiba muncul dan mengejutkan seperti yang biasa kau lakukan dulu. Lelah juga mengharapkan tangan hangatmu yang selalu menggenggam tanganku di saat seperti ini. Ah, Aku kan tidak mungkin terus menangisi kepergianmu. Itu kekanakan.

Hei, kalau sekarang kukatakan aku rindu padamu, maukah kau datang? Ah, tidak mungkin. Jarak kita sudah jauh. Betapa malunya aku kalau sampai nanti kau tidak datang-datang juga. Kau memang orang yang seperti itu. Tidak akan datang kalau tidak penting. Tapi kau selalu ada.

Aahh... hari yang membosankan. Melihat anak-anak berlarian dengan payung warna-warni, mengingatkan pertemuan pertama kita waktu sepulang sekolah. Kita sama-sama masih anak kecil, dan ribut hanya karena baju yang terciprat air. Betapa rindunya aku pada masa-masa seperti itu, SD, SMP, SMA, meski selalu ribut satu sama lain, tapi kita juga mengerti satu sama lainnya. Menakjubkan ya, meski bertengkar tapi saling mengenal dan memikirkan. Ha ha

Hm... hanya bisa mengenang kembali kenangan yang ada, bukannya itu menyedihkan? Aku ingin bertemu!! Bukan hanya mendengar suaramu, melihat gambarmu. Bukan hanya itu!!

Aku ingin kita berjalan beringingan, bersama. Merasakan kembali hangatnya tanganmu. Mungkin memelukmu. Merasakan kehadiranmu di sini. Yang kutahu tidak bisa terjadi.

Hmm, hujan mulai mereda. Hari sudah mulai sore. Menapaki jalan berbatuan seperti kencan pertama kita sewaktu kelas 2 SMA. Kita begitu gugup dan hanya memikirkan jalan ke mana saja. Aku juga waktu itu membawa bunga, bunga pemberianmu.

Hm... wangi bunga ini dan segarnya udara menghiburku. Mendamaikan hari dan juga perasaanku. Ya, benar. Selama aku bisa menjaga perasaan ini, meskipun kau jauh, aku yakin...



“Ah, aku sudah sampai.” Ternyata tidak berubah. Masih tetap sama. Huuh... 

Tales (of) Love?

Banyak manusia di dunia ini, tapi mengapa hanya satu yang bisa jadi pasangan kita?


Gadis, seorang cewek biasa-biasa saja bertemu dengan Reynold, cowok yang tajir, ganteng dan pintar. Karena kecelakaan, mereka terpaksa pura-pura pacaran. Reynold pun mengubah Gadis dan dia sendiri kaget melihat hasilnya!! Gadis ternyata punya kecantikan dan bakat terpendam. Banyak yang terjadi, dan merekapun menyadari kalau mereka saling menyukai. Akhirnya mereka bahagia.

Sabtu, 22 November 2014

Silly me.

cerpen


Hari ini benar-benar membosankan. Aku membatin dalam hati.
Langit warnanya biru, gedung berwarna putih, jalanan penuh dengan hitam, putih, dan orang-orang terhenti di rintangan pelangi.


Dunia sudah sedamai ini.

"Seandainya dunia hancur saat ini juga." Tiba-tiba, ada suara lain di dekatku.

Di tempat terbuka, penuh dengan orang yang berlalu lalang. Di kursi panjang yang sama, seseorang juga menatap langit di udara sepanas ini.

oh, komik.

"Orang yang berpikir seperti itu cuma orang yang tidak tahu apa-apa." Katanya lagi, kali ini pandangannya serius ke depan, menghadap ke museum.

apa-apaan orang ini?

Baru saja konsentrasiku terfokus, orang itu beranjak pergi. Dia memegang ponsel.

"Makanya, ga usah galau. Eh, bentar. Gue ke sana deh. Gue laper. Ntar kita makan ya?"


* * * (GR dan narsis yang berlebihan bisa melukai diri sendiri - Au)

Hm... lapar.

"Kepada seluruh masyarakat, marilah kita membantu saudara kita yang terperangkap dalam perang berkepanjangan. Salurkan bantuan anda..."


Melihat ke arah televisi yang menyiarkan iklan sosial, aku tersenyum.

"Ah, so silly me."